LEBAK|MEDIA-DPR.COM. Aktivitas pertambangan batubara ilegal di Kawasan Perum Perhutani KPH Banten, BKPH Bayah, RPH Bayah Selatan dan RPH Panyaungan Timur yang telah berjalan selama bertahun-tahun dinilai berpotensi rugikan pajak Negara, disinyalir mencapai 27 Milyar Rupiah pertahunnya.
Hal itu diungkap Ketua Umum LSM Kumpulan Pemantau Korupsi Banten, Dede Mulyana, bahwa berjalannya aktivitas kegiatan tambang batu bara ilegal ini di duga adanya kolusi terstruktur, juga pembiaran dari pihak pejabat perum perhutani BKPH Banten.
“Ini memang sudah menjadi rahasia umum, karena tambang ilegal ini dilakukan secara terang-terangan disiang hari, bahkan lalu lalang kendaraan besar pengangkut batubara ilegal di jalanan pun aman-aman saja, belum lagi begitu banyak stok file batu bara dari hasil tambang ilegal juga aman. Ini menunjukan bahwa kinerja pemerintah provinsi Banten bermasalah, sehingga perkara tambang ilegal ini wajib ditangani berdasarkan instruksi presiden langsung," ungkapnya, Sabtu (09/11/2024).
Menurut Dede, sudah seharusnya problematika pertambangan batubara ilegal di lebak Selatan, Kabupaten Lebak, Banten ini harus disikapi langsung oleh Presiden RI Prabowo Subianto melalui Kapolri, Karena potensi kerugian negara sudah sangat besar. Dan ia menilainya sudah sangat krusial.
”Dalam waktu dekat ini kami dan kuasa hukum akan berangkat ke Jakarta, untuk melaporkan perkara ini dan ini baru terjadwal waktunya, kita sudah tentukan harinya," pungkasnya.
Terpisah, Ketua Tim Kuasa Hukum LSM KPKB, Ena Suharna, saat dikonfirmasi melalui sambungan aplikasi WhatsApp oleh tim media membenarkan, pihaknya sudah mengagendakan untuk membuat laporan dalam waktu dekat ini .
“Iya kang, kami sudah agendakan waktu keberangkatannya, jadi nanti rencananya kita akan press conference langsung usai pelaporan di jakarta. Dan kami juga sudah menghubungi rekan-rekan pers yang di jakarta," katanya.
Tak hanya itu, Ena pun mengungkapkan bahwa perkara tambang ilegal ini harus segera disikapi dengan serius, karena kata Ena, ini bukan hanya menyangkut aspek kerusakan hutan atau lingkungan hidup atau ilegalnya saja, namun potensi kerugian pajak negara dari tambang batubara ilegal ini diperkirakan mencapai sekitar 27 Milyar dalam pertahun.
“Pertanyaan kami sih simpel, ini ada potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang begitu besar dari sektor pertambangan, namun disisi lain pemerintah provinsi Banten justru terkesan membiarkan hal ini bertahun-tahun. Jadi kami menduga ini ada conflict of interest, agar potensi ini tidak masuk ke negara melainkan disinyalir masuk pada lingkaran oknum para mafia tambang ilegal. Sehingga tidak menutup kemungkinan juga menyebabkan akan sulitnya perijinan tambang rakyat bagi para pengusaha," tukasnya.
Selain itu, Ena juga menegaskan bahwa pemerintah pusat harus segera mencopot Kepala KPH Perum Perhutani dan juga Kepala ESDM Provinsi Banten dari Jabatannya dan harus diproses hukum karena dinilai lalai dalam menjalankan tugasnya.
Selain itu, dalam perkara ini juga turut menyeret pejabat perum perhutani yang notabenenya adalah garda terdepan yang diberikan kuasa oleh negara dalam mengelola hutan Perum Perhutani.
“Kami rasa bahwa dalam perkara ini Bapak Presiden harus segera bertindak dan memerintahkan Gakkum KLHK harus segera bertindak, kemudian pemerintah juga harus memberikan solusi agar kedepannya masyarakat juga mudah mudah dalam memperoleh izin pertambangan rakyat," katanya. (*)