TAPTENG | MEDIA-DPR.COM. Salah satu tokoh Pemuda di Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Raju Firmanda Hutagalung, menolak lupa kasus 7 DPO Muara Ore, Kecamatan Sirandorung pada Pileg yang lalu.
Petugas yang tergabung dalam Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk bersikap netral dan tidak melakukan praktik kecurangan saat penghitungan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berlangsung 27 November 2024 mendatang.
"Menyambut Pilkada 27 November yang akan datang, saya himbau dan ingatkan agar KPPS di Tapteng tidak terlibat seperti peristiwa 7 DPO (Daftar Pencarian Orang-red) Polres Tapteng pada Pemilu lalu di Desa Muara Ore," ujarnya, Jumat (15/11/2024) dinihari.
"Dimana tujuh terdakwa kasus penggelembungan suara pada Pemilu 2024 lalu di Desa Muara Ore, telah divonis 10 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Sibolga," sebut Raju.
Dari kejadian itu, kata Raju tujuh orang KPPS yang ditetapkan Polres Tapanuli Tengah sebagai DPO, kini terpisah dari keluarga masing-masing, disebabkan karena mengikuti 'nafsu birahi' kelompok tertentu yang tidak bertanggung jawab.
"Ketujuh terdakwa yang merupakan petugas KPPS di Muara Ore itu, kini harus merasakan sakitnya terpisah dari keluarga, dan harus menjadi DPO hanya gara-gara kepentingan politik sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab," jelasnya.
Sebagai Seketaris DPD KNPI Tapanuli Tengah, Raju mengaku menerima isu adanya dugaan upaya suap kepada KPPS untuk melegalkan cara curang agar memenangkan paslon tertentu.
"Saya mendengar isu adanya upaya dugaan pendekatan yang dilakukan oleh kelompok tertentu kepada KPPS dengan niat buruk atau curang agar paslon yang mereka dukung menang. Maka saya ingatkan kembali kepada KPPS, agar tidak bersikap bodoh dan konyol gara-gara sejumlah uang harus mendekap di penjara, jangan lakukan hal-hal yang melanggar ketentuan hukum," himbaunya.
Dirinya mengajak KPPS menciptakan Pemilu yang jujur, adil dan damai di Kabupaten Tapanuli Tengah, khususnya.
"Mari sama sama kita ciptakan pemilu yang jujur, adil dan damai, untuk menghasilkan pemimpin yang unggul Sumber Daya Manusia nya dalam membangun Tapanuli Tengah," ungkap Raju.
Dikutip dari beberapa media online, sebelumnya ketujuh terdakwa yang merupakan petugas KPPS di Desa Muara Ore, Kecamatan Sirandorung, ditetapkan sebagai tersangka dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polres Tapteng. Hal itu berdasarkan Laporan Polisi (LP) No.Lp/B/88/III/2024/ SPKT Polres Tapteng, Polda Sumut, 14 Maret 2024.
Dan pihak Kepolisian melakukan pemanggilan dan pencarian langsung terhadap ketujuh tersangka. Namun ketujuhnya tidak memenuhi panggilan, bahkan keberadaan mereka juga tidak diketahui.
Pelaporan kasus dugaan tindak pidana Pemilu 2024 itu sebelumnya disampaikan Bawaslu Tapteng kepada Gakkumdu Polres Tapteng, sebagai buntut dari dugaan penggelembungan suara calon Presiden (Capres) nomor urut 1 yang diduga dilakukan ketujuh petugas KPPS di TPS 2 Desa Muara Ore tersebut.
Sedangkan Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sibolga, yang dipimpin hakim Ketua Yanti Suryani, didampingi hakim anggota, Fitra Akbar Citrawan, dan Yura Pratama Yudhistira, menjatuhkan vonis hukuman masing-masing 10 bulan penjara kepada 7 DPO terdakwa kasus pidana Pemilu 2024 di Kabupaten Tapanuli Tengah. Selain hukuman kurungan badan, ke-7 DPO tersebut juga dihukum denda Rp5 juta.
Putusan majelis hakim tersebut dibacakan dalam sidang in absentia, karena ketujuh terdakwa tidak hadir dalam persidangan yang berlangsung pada Senin 6 Mei 2024 lalu.
Ketujuh KPPS itu masing-masing, Triwono Gajah, Sulastri Novalina Siregar, Rudi Kartono Lase, Nunut Suprianto Simamora, Bikso Hutauruk, Abwan Simanungkalit, Doni Halomoan Situmorang. Mereka merupakan petugas KPPS pada pelaksanaan Pemilu 2024 di Desa Muara Ore, Kecamatan Sirandorung, Kabupaten Tapanuli Tengah.
Ditegaskan majelis hakim, para terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 532 junto 554 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu junto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapatkan tambahan suara atau perolehan suara peserta pemilu menjadi berkurang yang dilakukan secara bersama-sama.
"Menjatuhkan pidana masing-masing dengan pidana penjara selama 10 bulan, dan pidana denda Rp5 juta. Apabila tidak dibayarkan akan dilakukan hukuman kurungan selama 1 bulan," kata majelis hakim. (Rossy Hutabarat)