Turut hadir dalam acara peluncuran logo dan pengenalan toga advokat antara lain Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi RI, Wakil Ketua DPD RI dan beberapa petinggi pemangku jabatan dari instansi lain, diantaranya Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Anggota Komisi Yudisial, Hakim Tinggi pada pengadilan Tinggi DKI, serta para pengurus DPN-PERADI masa bakti 2021-2025, Ketua Koordinator Wilayah PERADI di seluruh Indoensia dan segenap undangan dari para tamu dan advokat.
Menurut Ferry Firman Nurwahyu desain toga baru advokat PERADI bisa menimbulkan pro kontra bahkan berpotensi melanggar hukum mengingat tata cara berpakaian dalam persidangan bagi hakim, jaksa, penasihat hukum, dan panitera, diatur dalam Pasal 230 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi dalam ruang sidang, hakim, penuntut umum, penasihat hukum dan panitera mengenakan pakaian sidang dan atribut masing-masing.
"Bahwa selanjutnya dalam Pasal 231 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa:
1.Jenis, bentuk dan warna pakaian sidang serta atribut dan hal yang berhubungan dengan perangkat kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 230 ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.
2 Bahwa dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1966 tentang Pemakaian Toga, dinstruksikan agar para Hakim dalam sidang-sidang pengadilan mengenakan toga (sementara sampa ada ketentuan lebih lanjut) yang bentuk dan warnanya telah dipakai sebelum dikeluarkan surat perintah tersebut diatas.
3 Bahwa pengaturan mengenai pakaian dan atribut bagi hakim, penuntut umum, penasihat hukum dan panitera ini dapat dilihat dalam Pasal 4 ayat (2), (3), dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi.
a).Bahwa pakaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi hakim, penuntut umum dan penasehat hukum adalah toga berwarna hitam, dengan lengan lebar, simare dan bef dengan atau tanpa peci hitam.
b). Bahwa perbedaan toga bagi hakim, penuntut umum, dan penasehat hukum adalah dalam ukuran dan warna dari simare dan bef. Pakaian bagi panitera dalam persidangan adalah jas berwarna hitam, kemeja putih dan dasi hitam,"ujar Ferry Firman Nurwahyu, S.H.,M.H selaku Advokat & Konsultan Hukum kepada MEDIA-DPR.COM, di Jakarta, Selasa (15/06/2021).
Lebih lanjut Ferry menyatakan bahwa secara umum, pihak pengadilan memiliki panduan mengenai tata tertib umum yang harus ditaati oleh semua orang yang memasuki gedung pengadilan, yaitu.
a). Ketua Majelis Hakim bertanggung jawab untuk menjaga ketertiban dari semua pihak yang hadir di ruang sidang. Semua yang hadir di ruang sidang harus menaati semua perintah yang dikeluarkan oleh Ketua Majelis Hakim.
b).Semua orang yang hadir di ruang sidang harus selalu menunjukkan rasa hormat kepada institusi pengadilan. Jika ada satu pihak yang tidak menunjukkan rasa hormat kepada institusi pengadilan, maka Ketua Pengadilan dapat memerintahkan individu tersebut untuk dikeluarkan dari ruang sidang dan bahkan dituntut secara pidana.
c). Mengenakan pakaian yang sopan
d). Berbicara dengan suara yang jelas ketika seorang hakim atau penasihat hukum mengajukan pertanyaan, sehingga para hakim yang lain dapat mendengar dengan jelas.
e). Memanggil seorang hakim dengan sebutan “Yang Mulia” dan seorang penasihat hukum dengan sebutan “Penasihat Hukum”," terangnya Ferry Firman Nurwahyu yang juga Wakil Ketua DPC PERADI Jakarta Pusat ini.
Dikatakan Ferry bahwa dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Kehakiman Nomor: M.07.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Pakaian, Atribut Pejabat Peradilan dan Penasehat Hukum (Permen Kehakiman M.07.UM.01.06/1983), selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan, hakim, penuntut umum, dan penasehat hukum memakai toga berwarna hitam dengan lengan lebar, simare dan bef, dengan atau tanpa peci.
Bahwa berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, maka advokat yang menjalankan tugas dalam sidang pengadilan dalam menangani perkara pidana wajib mengenakan atribut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Bahwa berdasarkan hal tersebut diatas, maka tindakan Ketua Umum DPN Peradi, Otto Hasibuan beserta Para Pengurus DPN Peradi Periode 2020-2025, yang merubah "desain toga advokat" _patut diduga dan dapat dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum_, oleh karena Pasal 230 ayat (2) dan Pasal 231 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) jo. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1966 tentang Pemakaian Toga jo. Pasal 4 ayat (2), (3), dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana jo. Pasal 25 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat,
oleh karena sampai dengan saat ini ketentuan dimaksud masih berlaku dan belum pernah dicabut oleh Pemerintah Republik Indonesia, dan majelis hakim dapat memerintahkan advokat yang mengenakan atribut ( _desain toga advokat versi peradi_) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tersebut untuk dikeluarkan dari ruang sidang dan bahkan dituntut secara pidana,"tandasnya.(s handoko)