TANGERANG - MEDIA-DPR.COM, Pemilihan Struktur Pengurus Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) di desa Ciangir Kecamatan Legok Kabupaten
Tangerang Prov Banten menuai protes mosi tidak percaya dari warga/masyarakat Sekitar.
Pasalnya dalam Pemilihan pengurus BPD menurut masyarakat sangat tidak
Demokratis karena tidak melibatkan semua unsur perwakilannya.
Mosi tidak percaya kepada kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Desa Ciangir di posting juga di sebuah opini Media Sosial pada 25
Februari lalu.
Hasil Informasi dari beberapa narasumber perwakilan masyarakat dari 6
wilayah RW terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh pemuda, pejabat RT dan
RW se-desa Ciangir mendapatkan pemaparan yang sangat jelas terkait mosi
tidak percaya terhadap kinerja serta pelaksanaan pembentukan BPD desa
Ciangir.
Menurut
Taufik Selaku Ketua RT02/03 (red-tim) Waktu dimintai keterangan oleh
awak media berpendapat, BPD adalah sebagai lembaga yang melaksanakan
fungsi pemerintah yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa
berdasarkan keterkaitan wilayah yang ditetapkan secara demokratis,
tetapi pada faktanya pembentukan BPD Ciangir di tahun 2019 hanya
melibatkan segelintir orang saja, bahkan beberapa ketua lingkungan RW
dan RT tidak dilibatkan.
“Saya jujur apa ada nya saya katakan bahwa saya sendiri sebagai Ketua
lingkungan tidak diundang/dilibatkan pas pembentukan BPD,” tegas Taufik dalam memberikan keterangan.
Dalam hal ini lanjut Taufik (Ketua RT02/03), jelas BPD desa Ciangir dalam pembentukannya tidak
Demokratis dan sudah melanggar Pasal 32 Pemendagri nomor 110 tahun 2016
tentang BPD.
Ditempat
yang berbeda Pemerintah Desa Ciangir, saat dikonfirmasi terkait masalah
pemilihan BPD tidak meng iya kan dan juga mentidak’kan.
“Saya tidak meng iyakan, kami baru bertugas beberapa bulan ini,” kata Kepala Desa Ciangir.
Disisi lain Camat Legok terkait BPD desa Ciangir yang menuai protes dari
masyarakat Karena dianggap Tidak demokratis, belum berkenan memberi
penjelasan, bahkan pada Selasa 10 Maret 2020 saat kembali mendatangi
kecamatan Legok, untuk melakukan konfirmasi tidak satupun penjelasan yang
diperoleh, bahkan semua terkesan menghindar dan membiarkan.
Padahal dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pelayan Publik pada pasal 8 ayat 2 menyebutkan penyelenggaraan
pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya
meliputi:
a. Pelaksanaan pelayanan;
b. Pengelolaan pengaduan masyarakat;
c. Pengelolaan informasi;
d. Pengawasan internal;
e. Penyuluhan kepada masyarakat; dan
f. Pelayanan konsultasi.
“Seharusnya pemerintah kecamatan Legok sebagai intansi lebih paham
dan lebih mengacu kepada Undang-undang Negara Republik Indonesia”.(Red-Tim Media-DPR)